Selasa, 27 Oktober 2009

Respon Orang Tua Terhadap Bayi Baru Lahir (kutipan Pengetahuan)

respon orang tua terhadap bayi baru lahir

RESPON ORANG TUA TERHADAP BAYI BARU LAHIR

gimana si respon oRtu pas liat bayinya??

Ada banyak hal yang terjadi saat seorang ibu barada pada situasi terpisah dengan sang bayi yaitu peristiwa dimana sang bayi telah lahir, terjadi Perubahan Psikis ( Mental ) Ibu terhadap Bayi Baru Lahir diantaranya:

A. Perasaan berfokus pada dirinya (fase taking-in). Berlangsung setelah melahirkan sampai hari ke 2.Pada dasarnya sikap ibu terhadap anak bayinya yang baru lahir masih bersikapaku Sentris”, hal ini dikarenakan Ibu tersebut masih lebih banyak memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.Ia masih menganggap bahwa dirinya adalah pusat dari semua perhatian.Maka secara perlahan-lahan ibu akan menyadari, bahwa bayinya adalah satu pribadi yang memiliki kebutuhan,hak-hak, dan tuntutan.Secara lambat laun pula akan timbul rasa kasih-sayang dari ibu menggantikan sifat-sifat yang semula masih bersifat instinktual.

B. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat Bayi.Muncul perasaan sedih ( Baby Blues ) disebut sebagai fase taking-Hold. Berlangsung mulai hari ke 3 sampai hari ke 10.

C. Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya ( fase Letting-go). Berlangsung mulai hari ke 10 sampai akhir masa nifas.



Gimana si Ikatan Orang Tua dan Bayi pertamakali????

Perkembangan bayi normal sebagian besar bergantung pada sederetan pertukaran respon penuh kasih sayang pada bayi yang baru dilahirkannya.Ikatan ini dipermudah dan di perkuat dengan dukungan emosional kecintaan dari suami dan keluarga. Proses pendekatan ini penting untuk mengetahui seberapa mampukah ibu merawat anaknya dengan cinta kasih selama masa neonatal dan selanjutnya, sampai masa kanak-kanak.. Proses ini dimulai sejak anak belum lahir dengan perencanaan dan konfirmasi kehamilan, serta menerima janin yang tumbuh sebagai individu. Sesudah persalinan dan minggu-minggu berikutnya kontak visual dan fisik antara ibu dan bayinya memicu berbagai penghargaan satu sama lain, dan interaksi yang menyenangkan seperti sentuhan ibu pada tungkai dan muka bayi dengan ujung-ujung jari dan memeluk serta memijat bayi secara halus dengan tangannya. Sentuhan pada pipi bayi menimbulkan putaran responsif kearah muka ibunya atau kearah payudara dan mengusap-usap menggunakan hidung serta menjilat putingnya, rangsangan yang kuat untuk sekresi prolaktin. Keadaan bayi yang waspada dan tenang pada mulanya memberikan kesempatan untuk kontak mata dengan mata, yang terutama penting dalam merangsang rasa cinta dan perasaan memiliki banyak orang tua pada bayinya.

Tangisan bayi mendatangkan respon sentuhan ibu untuk bayinya dan berbicara dengan nada yang lebih tinggi, suara yang lembut, dan menenangkan. Kontak awal antara ibu dan bayinya harus sudah terjadi di kamar bersalin, dan kesempatan untuk memperluas kontak intim harus diberikan dalam jam-jam pertama sesudah lahir. Ikatan antara bayi dan ibu yang tertunda atau abnormal terjadi karena prematuritas, bayi atau ibu sakit cacat lahir, atau stres keluarga, dapat membahayakan perkembangan bayi dan kemampuan ibu untuk mengurus bayinya. The National Childbirth Trust, Belinda Philips mengatakan, keterkaitan antara ibu dan bayi adalah sangat penting dan respon dari bayi ketika menangis menjadi pelengkap naluri keibuan.



Instink Maternal dan kasih sayang ibu sejati



Dengan kelahiran Bayi, terbukalah satu dunia baru baginya.Namun demikain,kesinambunagn elemen-elemen psikis dari macam-macam fase fungsi keibuan (selama turunnya bibit,kehamilan dan kelahiran bayi) masih berlangsung terus.

Setelah bayi lahir mulailah satu fase hidup baru dimana wanita tersebut bisa “membangun dunianya kembali” bersama-sama dengan anaknya.setelah ibu melahirkan bayinya maka ia menghayati satu perasaan “terpisah” dengan bayinya. Sebab sewaktu janin masih ada dalam rahim, bayi yang dikandung itu dirasakan sebagai bagian dari jasadnya sendiri.Setelah anaknya lahir,bayi ini dirasakan sebagai satu objek “kasih sayang” yang terpisah dari dirinya.Dengan sendirinya, perasaan terpisah dan rasa bahagia itu disertai pula dengan bermacam-macam kecemasan seperti, Mencemaskan keselamatan Bayi jika ia sejenak mengingatkan bayinya sendiri, cemas kalau anaknya tidak mendapatkan minum dan perawatan yang baik, cemas kalau bayinya terserang penyakit, kalau bayinya jatuh dan sebagainya.

Hendaknya harus disadari pula bahwa kehidupan emosional seorang wanita terhadap anaknya itu tidak selalu positif sifatnya dengan jalan memberikan kasih-sayang dan rasa keibuan.Sebab ada kalanya emosi-emosi yang berkembang justru bentuk emosi yang sebaliknya, seperti: Kebencian,Penolakan, kekecewaan, rasa asing terhadap anknya sendiri, tidak acuh dan lain-lain.Semua itu sepenuhnya bergantung pada macam individualitasnya,serta situasi hidup wanita yang bersangkutan.

Elemen Ibu Sejati???

Unsur keibuan berupa macam-macam emosi keibuan terhadap bayinya yang baru lahir itu secara keseluruhan dapat dibagi dalam empat komponen pokok, yaitu:

1) Altruisme ( mendahulukan kepentingan orang lain, ada perasaan cinta terhadap manusia lain ).

2) Kelembutan,

3) Kasih sayang,

4) Aktivitas.

Dengan diputuskannya tali pusat pada saat kelahiran bayi, terjadilah satu proses reorganisasi pada semua fungsi jasmaniah.Peristiwa ini memberikan lebih banyak kebebasan bergerak kepada sang ibu, jika dibandingkan dengan kondisinya pada perode kehamilan.Namun kebebasan bergerak itu hanya mempunyai nilai teoritis karena ibu yang bersangkutan secara psikis-emosional kini menjadi sangat terikat pada anaknya sebab cinta kasih maternal itu pada intinya bermuatkan unsur “ikatan dengan anaknya”.

Penentu Pengasuhan Orang Tua

Pengasuhan orang tua terhadap bayi baru lahir membutuhkan pengorbanan karena kebutuhan bayi baru lahir sangat mendesak, melelahkan dan sering kali tidak jelas. Untuk menngetahui apa yang harus dilakukan, orang tua harus melayani isyarat-isyarat bayi dan memberi tanggapan secara tegas. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan orang tua dalam memikul peranan ini, salah satunya faktor prenatal.

Pengalaman awal sebagai seorang ibu dapat menimbulkan harapan secara tidak sadar tentang hubungan mengasuh bayi, atau model-model kerja internal, yang memungkinkan para ibu “mendengarkan” bayi mereka. Dukungan sosial selama masa kehamilan juga penting. Hubungan yang mendukung dari ayah bayi tersebut diperkirakan akan menghasilkan perawatan yang memuaskan dari sang ibu. Sebaliknya konflik atau ditinggalkan oleh sang ayah semasa kehamilan dapat merusak kemampuan ibu untuk terpikat pada ananknya.

Kondisi yang mempengaruhi sikap Orang Tua terhadap Bayi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap orang tua terhadap bayi,diantaranya:

A. Persaingan tugas sebagai orang tua

Orangtua yang sudah berpengalaman merawat anak-anaknya yang terdahulu, dengan mengikuti kursus-kursus yang diberikan dalam klinik sebelum kelahiran atau pernah menjaga anak tetangga, lebih yakin dalam melaksanakan peran orangtua daripada mereka yang tidak mempunyai pengalaman seperti itu.

B. Pengalaman melahirkan

Sikap ibu pada bayi akan lebih menyenangkan kalau pengalaman melahirkan relative lebih mudah daripada pengalaman melahirkan yang lama, sukar dan disertai komplikasi fisik.Sikap ayah juga dipengaruhi oleh pengalaman melahirkan dari istrinya.

C. Kondisi fisik ibu setelah melahirkan

Semakin cepat kesehatan ibu pulih setelah melahirkan, semakin menyenangkan sikapnya terhadap bayi dan semakin yakin ia pada kemampuan untuk melaksanakan peran ibu secara memuaskan.

D. Cemas tentang biaya

Kalau terjadi komplikasi pada persalinan, seperti pembedahan caecar, kelahiran belum cukup umur yang memerlukan perawatan khusus dan harus lebih lama dirumah sakit, atau adanya cacat bawaan atau cacat yang tampak pada waktu dilahirkan, maka sikap orangtua akan dibayangi kecemasan mengenai biaya yang tidak terduga.

E. Cacat

Kalau ternyata Bayi menderita cacat,sikap orangtua akan diwarnai oleh kekecewaan, kegelisahan, tentang normal atau tidaknya bayi dimasa mendatang dan tentang biaya tambahan yang diakibatkan kecacatan itu.

F. Penyesuaian diri bayi pasca natal

Semakin cepat dan semakin banyak penyesuaian diri bayi pada lingkungan pascanatal maka sikap orangtua akan semakin menyengkan.

G. Tangisan Bayi

Bayi yang terus menangis dan tanpa disertai sebab-sebab yang jelas akan mendorong berkembangnya sikap-sikap yang kurang menyenangkan tidak saja pada orangtua tetapi juga pada semua anggota keluarga.

H. Kebencian orang tua terhadap perawatan, privasi, dan biaya pengeluaran

Kalau orangtua menghadapi kenyataan bahwa perawatan bayi menuntut lebih banyak pekerjaan, menimbulkan kekurangan dan harus mengeluarkan biaya lebih banyak daripada yang dibayangkan sebelumnya.Sikap mereka pada bayi akan kurang menyenangkan dibandingkan dengan kalau mereka telah mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi yang biasanya dihadapi orangtua.

I. Gelisah tentang kenormalan bayi

Kalau bayi harus tinggal lebih lama dirumah sakit daripada biasanya karena belum cukup umur, karena adanya cacat atau karena kesulitan dalam penyesuaian pascanatal, orangtua tidak hanya gelisah tentang kenormalan bayinya tetapi juga mengenai kemampuan mereka untuk merawatnaya setelah meninggalkan rumah sakit.

J. Gelisah tentang kelangsungan hidup bayi

Kalau Bayi harus lebih lama tinggal dirumah sakit daripada biasanya dan harus diberi perhatian khusus, orangtua menjadi gelisah tentang kelangsungan hidup bayi.kalau bayi berhasil hidup, orangtua cenderung sangat melindungi.

PENELITAN JILID II

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan maka pada bab ini akan diuraikan hasil pembahasan tentang “Motifasi Remaja Pria Perokok Terhadap Perilaku Merokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tahun 2009”.

Dalam penyajian data akan disajikan dalam dua bentuk data yaitu data umum dan data khusus. Data umum menjelaskan tentang karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan data khusus menguraikan tentang motifasi dan perilaku merokok remaja pria, yang akan disajikan dalam bentuk tabel.

Adapun gambaran tentang Lingkungan Bantea tempat dimana penelitian ini dilaksanakan yakni merupakan suatu kawasan yang berada dalam lingkup Kelurahan Tolandona dengan luas wilayah sekitar 118 Ha. Wilayah ini sebelah selatan berbatasan dengan Selat Buton, sebelah barat berbatasan dengan Teluk Tolandona sebelah utara berbatasan dengan Desa Baruta Lestari dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Tolandona Matanaeo. Pada tahun 2008 wilayah ini dihuni oleh 1423 jiwa dengan jumlah kepala keluarga yang tercatat sekitar 322 kepala keluarga.

A. Hasil Penelitian

a. Data Umum

Data umum meliputi karakteristik responden yaitu umur, pendidikan dan pekerjaan yang akan disajikan dalam bentuk tabel.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, remaja pria perokok

Di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Tahun 2009

No

Umur (Tahun)

Jumah (n)

Persentase (%)

1.

2.

3.

11 – 13 tahun

14 – 16 tahun

17 – 24 tahun

8

10

27

18

22

60

Total

45

100

Sumber : Data Primer

2. Karakteristik Respponden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan, remaja pria perokok

Di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Tahun 2009

No

Pendidikan

Jumah (n)

Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

Tidak sekolah

SD

SMP

SMU/SMK

Perguruan Tinggi

0

11

13

17

4

0

24

29

38

9

Total

45

100

Sumber : Data Primer

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan, remaja pria perokok

Di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Tahun 2009

No

Pekerjaan

Jumah (n)

Persentase (%)

1.

2.

3.

Tidak bekerja

Wiraswasta

Pelajar

0

16

29

0

36

64

Total

45

100

Sumber : Data Primer

b. Data Khusus

Pada data khusus akan disajikan tentang motivasi dan perilaku remaja pria perokok dalam merokok.

1. Motivasi Remaja Pria Perokok terhadap Perilaku Merokok

Tabel 5.4

Motivasi Remaja Pria terhadap Perilaku Merokok

Di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Tahun 2009

No

Motivasi

Jumah (n)

Persentase (%)

1.

2.

Motivasi kuat

Motivasi lemah

27

8

60

40

Total

45

100

Sumber : Data Primer

2. Perilaku Remaja Pria Perokok dalam Merokok

Tabel 5.5

Perilaku Remaja Pria Perokok dalam Merokok

Di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Tahun 2009

No

Perilaku

Jumah (n)

Persentase (%)

1.

2.

3.

Perokok tetap (20- 45%)

Perokok reguler (46 – 72%)

Perokok pemula (73 – 100%)

2

35

8

4

78

18

Total

45

100

Sumber : Data Primer

B. Pembatasan

Pada bagian ini akan diuraikan tentang pembahasan hasil penelitian untuk menjawab tujuan penelitian seperti yang tela diuraikan pada Bab I, meliputi :

a. Motivasi Remaja Pria Perokok terhadap Perilaku Merokok

Pada tabel 4.5 tentang motivasi remaja pria perokok terhadap perilaku merokok di Lingkungan Bantea menunjukkan bahwa dari 4 responden, lebih banyak responden memiliki motivasi yang kuat terhadap perilaku merokok yakni sebesar 60% atau sebanyak 27 responden.

Hal ini mungkin disebabkan oleh karena adanya motivasi intrinsik yang lebih kuat dibandingkan dengan motivasi ekstrinsik, dimana motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu itu sendiri, seingga walaupun disampaikan beberapa kali oleh orang lain tidak akan dapat merubah remaja tersebut untuk meminum alkohol, kalau itu tidak ada kesadaran yang timbul dari dalam diri sendiri. Hal ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Sunaryo (2004) bahwa motivasi yang terbaik adalah motivasi yang datang dari dalam diri sendiri (intrinsik) bukan pengaruh lingkungan (motivasi ekstrinsik).

Motivasi yang kuat akan mendorong seseorang untuk berperilaku atau melakukan sesuatu dalam memenuhi kebutuhannya atau memuaskan hidupnya dengan berbagai cara. Apalagi subjek dari penelitian dalam hal ini adalah remaja yang mana mereka mempunyai keinginan yang kuat untuk mencoba sesuatu tujuan yang ingin mereka ketahui, misalnya mengkonsumsi alkohol dan mereka tak sadar bahwa alkohol lambat laun akan merusak organ tubuhnya.

Akan tetapi, bagaimanapun juga keluarga dan sekolah tetap merupakan lingkungan primer dan sekunder pada remaja dan lingkungan masyarakat hanyalah lingkungan tertier yang derajat kekuatannya untuk merusak kedalam jiwa remaja seharusnya tidak sekuat keluarga dan sekolah, jika kadar pengaruh lingkungan primer dan sekunder tersebut bagi remaja masih kuat.

Dan motivasi yang merupakan pendorong seseorang untuk berperilaku/beraktifitas dalam pencapaian tujuan menurut Widyatun (1999) atau Nancy Stevenson (2001), yang menyatakan bahwa motivasi adalah segala hal verbal, fisik atau psikologi yang membuat seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai respon, tidak akan memberi andil yang besar dalam perilaku merokok remaja pria.

Hal ini didukung oleh Red Forehand (1997), yang mengemukakan bahwa semakin tinggi pemantauan orang tua terhadap anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa seorang remaja.

K. Fisher (1987) berdasarkan hasil penelitiannya juga menambahkan bahwa kebiasaan meroko remaja yang selama ini diangggap disebabkan oleh karena pengaruh teman dan iklan, ternyata hanya benar demikian sejauh remaja itu sendiri memang sudah perokok atau mempunyai keinginan untuk merokok. Remaja yang tidak pernah atau tidak ingin menjadi perokok, tetap tidak akan terpengaruh.

b. Perilaku Remaja Pria dalam Merokok

Pada tabel 5.5 tentang perilaku remaja pria perokok dalam merokok menunjukkan bahwa dari 45 responden, 8 responden (18%) merupakan perokok pemula, 35 responden (78%) merupakan perokok reguler dan 2 responden (4%) merupakan perokok tetap.

Adapun faktor-faktor yang memungkinkan remaja pria di Lingkungan Bantea mayoritas merupakan perokok reguler yakni dipengaruhi oleh tiga komponen perilaku yang mana menurut Benyamin Bloom (1980) terdiri atas pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktek (practice).

Pengetahuan adalam merupakan hasil tahu dan terjadi melalui proses penginderaan (Notoatmodjo, 1997). Berdasarkan hasil penelitian maka mayoritas responden (38% atau 17 responden) tidak pernah untuk mencoba mencari tahu tentang penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh rokok.

Ditinjau dari komponen perilaku yang kedua yaitu sikap yang menurut Newcomb didefinisikan sebagai kesediaan/kesiapan remaja untuk bertindak, remaja pria di lingkungan ini mayoritas (38% atau 17 responden) tidak pernah merokok untuk menghargai teman yang merokok, akan tetapi sikap keingintahuan terhadap apa yang sebenarnya dirasakan oeh perokok justru lebih besar pengaruhnya sehingga mereka mencoba merokok yakni sebanyak (22 responden atau 49%).

Azwar Saifuddin (1995), menyatakan bahwa sikap juga mempunyai tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen afektif (perasaan) seperti yang telah dipaparkan di atas, komponen kognitif (kepercayaan) dan komponen konatif atau kecenderungan untuk melakukan tindakan.

Pada komponen kognitif (kepercayaan), sebanyak 24 responden (53%) tidak pernah mempercayai bahwa merokok dapat menenangkan jiwa mereka disaat stress, tetapi 6 responden (13%) selalu percaya bahwa merokok bisa mengurangi stress yang mereka alami.

Selai itu, pada komponen konatif atau kecenderungan untuk melakukan tindakan (merokok) karena tawaran rokok secara gratis oleh teman sepergaulan menunjukkan tingkat perbedaan yang tidak mencolok yakni tidak pernah dan kadang-kadang 49% (22 responden), jarang 2% (9 responden), sering 9% (4 responden) dan 22 % (10 responden) menyatakan selalu.

Oleh karena tu, seperti yang telah dikemukakan oleh Rogers (1974), bahwa perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut tidak akan bersifat langgeng.

Ditambahkan pula oleh Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990) yang menyatakan bahwa perilaku manusia pada hakekatnya merupakan interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi bahwa dia adalah makhluk hidup. Dan remaja akan berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan budayanya. (Alison Davis).


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian yang dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Motivasi remaja pria terhadap mengkonsumsi rokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona adalah mayoritas mempunyai motivasi yang kuat sebanyak 27 responden (60%) dan yang memiliki motivasi lemah sebanyak 18 responden (40%).

2. Perilaku remaja dalam mengkonsumsi rokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona mayoritas perokok reguler dimana dari 45 responden terdapat 35 responden (78%) merupakan perokok reguler. Sedangkan 8 responden (18%) merupakan perokok pemula dan 2 responden (4%) merupakan perokok tetap.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, maka penulis menganjurkan hal-hal sebagai berikut :

1. Kebiasaan remaja yang suka mencoba sesuatu yang baru akan mendorong mereka untuk mencoba merokok sehingga amatlah pentingbagi remaja kiranya dapat memilih tentang sesuatu hal baru apakah pantas untuk di coba atau hanya untuk sekedar di ketahui.

2. Pergaulan remaja dapat mempengaruhi perilaku remaja bahkan juga mampu mendorong remaja untuk merokok, Oleh karna itu peran keluarga slaku primer bagi tmpat perkembangan sifat-sifat kepribadian diri remaja sebaiknya dapat menciptakan suasana yang penuh penerimaan ,interaksi,dan kepribadian.

3. Merokok di usia remaja memiliki potensi yang sangat besar menjadi perokok tetap hanya dalam kurun waktu 2 tahun maka sebaiknya berusaha untuk mneghindari atau mengurangi jumlah konsumsi rokok tiap harinya.

4. Kita sebagai remaja hendaknya dapat memilih nilai-nilai yang pantas untuk diambil dari suatu kebudayaan dan nilai-nilai yang buruk hendaknya di buang jauh-jauh atau di tinggalkan.

5. Berusaha untuk mencari teman yang bersih, ingatlah bahwa teman sejati tidak pernah menawarkan sesuatu yang dapat berakibat buruk pada diri kita, namun senantiasa mengajak untuk selalu bertindak positif.

Senin, 26 Oktober 2009

PENELITIAN JILID II


PENELITIAN JILID I

ABSTRAK

LUKMAN ALBAR (2006-025) Judul Penelitian “Motifasi Remaja Pria Terhadap Perilaku Merokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tahun 2009”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran motifasi remaja pria terhadap perilaku merokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Tahun 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang motifasi remaja pria terhadap perilaku merokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Tahun 2009. Manfaat penelitian ini adalah (1) Manfaat institusi, sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan (Akademi Keperawatan Kabupaten Buton) dan kelurahan tempat penelitian ini dilaksanakan dalam menentukan arah kebijakan terutama yang berhubungan dengan perilaku merokok remaja pria. (2) Manfaat Ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan pengembangan ilmu keperawatan, kesehatan masyarakat serta penelitian berikutnya. (3) Manfaat praktis, penelitian ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan terbatas riset keperawatan khususnya yang berhubungan dengan Taba Nikoyin.

Penelitian ini dilakukan pada remaja pria yang mengkonsumsi rokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Tahun 2009. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara menggunakan kuesioner dengan model closed erded questions dan menggunakan skala quattman untuk pertanyaan motivasi serta skala ukert untuk pertanyaan perilaku merokok. Jumlah sampel pada penelitian ini 45 orang. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non random sampling dengan Pendekatan consecutive sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 sampai 18 Juli 2009. Hasil penelitian menunjukan dari 45 responden, di dapatkan sebanyak 27 responden (60%) yang memiliki motivasi kuat dan responden yang memiliki motivasi lemah sebanyak 18 responden (40%) yang didominasi oleh perokok reguler (78% atau 35 responden) sedangkan perokok tetap (4%) pemula (18%) dan atau 8 responden perokok tetap (4% atau 2 responden).


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 mm hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun yang telah dicacah. Sebanyak 90 % dari asap rokok mengandung berbagai gas seperti N2, O2, CO2, dan sisanya 10 % mengandung partikel-partikel tertentu seperti Tar, Nikotin, Biokarbon Monoksida. Bahkan sebagaimana dilansir oleh Enviroment Protection Association (EPA) atau badan proteksi lingkungan memastikan bahwa asap rokok memuat 4000 senyawa kimia, 200 diantaranya toksik (beracun), 43 diantaranya pemicu kanker dan secara global konsumsi rokok membunuh 1 orang setiap detik Remaja adalah masa dimana terjadinya kelabilan jiwa karena telah memasuki fase dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja yang merokok dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis kelamin, umur, dan lingkungan, banyak juga remaja yang berpendapat dengan merokok dapat mengurangi beban pikiran mereka. (http://id.wilkipedia.org.wiki/rokok)

Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad ke-16, ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba mengisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul dikalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad ke-17 para pedagang spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk ke negara-negara lain di dunia termasuk Indonesia.(www.sinarharapn.co.id).

Dalam survey WHO yang diselenggarakan diseluruh dunia pada remaja pria didapatkan 55 % merupakan perokok aktif. WHO memperkirakan bahwa 2020 penyakit berkaitan dengan rokok akan menjandi masalah kesehatan utama banyak negara. Sekitar 4,9 juta orang di negara berkembang meninggal dunia karena rokok pada tahun 2003. bahkan diseluruh dunia, tingkat kematian akibat rokok justru lebih besar ketimbang kematian malaria, kematian maternal, penyakit-penyakit yang sering menyerang anak dan tuberculosis. WHO menyebutkan Indonesia Menempati urutan ke-3 terbanyak dalam mengkonsumsi rokok. Jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa.. (www.astaquliyah.orangbiasa.com)

Di Atlas mencatat ada lebih dari 10 juta batang rokok di isap setiap menit, tiap hari di seluruh dunia oleh 1 miliyar laki-laki dan 250 juta perempuan. Sebanyak 50% total konsumsi rokok dunia milik Cina, Amerika, Indonesia, dan Jepang. (http://www.kompas.com/read/ 2008). Di Indonesia prevalensi merokok pada orang dewasa (usia 15 tahun keatas) yakni pria 63,1 % (naik 1,4 % dibandinkan tahun 2001) dan wanita 4,5 % (tiga kali lipat dibandingkan tahun 2001). Sementara prevalensi merokok pada anak-anak (usia 13 – 15 tahun ) perinciannya pada laki-laki 24,5 % dan anak perempuan 2,3 %. Sebanyak 30,9 % dari anak-anak yang merokok telah mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Menurut data Badan Pusat Statistik jumlah perokok pemula (usia 5 – 9 tahun) naik secara signifikan hanya dalam kurun waktu 3 tahun ( 2001 – 2004) persentase perokok pemula naik dari 0,4 % menjadi 2,8 % (www.ghozan.blogsome.com )

Pada tahun 2008 menurut data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik disinyalir sekitar 44 % perokok aktif merupakan kelompok muda yang berusia 10 – 19 tahun dan 37 % diantara mereka berusia 20 – 29 tahun. Diperkirakan sekitar 85 juta penduduk Indonesia saat ini menjandi perokok berat dan 12 – 13 juta diantaranya akan tutup usia setengah baya. Yang menyebabkan Indonesia menempati peringkat pertama dikawsasan ASEAN terhadap konsumsi rokok. ( www.astaquliyah.orangbiasa.com )

Penelitian telah banyak dilakukan dan disadari bahwa merokok dapat mengurangi kemampuan system kekebalan tubuh untuk melawan infeksi dan mengganggu kesehatan tubuh. Sejauh ini tembakau berada pada peringkat utama penyebab kematian yang dapat dicegah di dunia. Tembakau menyebabkan satu dari sepuluh kematian orang dewasa di seluruh dunia dan mengakibatkan 54 juta jiwa mengalami kematian akibat tembakau, ini terjadi pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia, namun sampai saat ini Indonesia belum mempunyai peraturan perundang-undangan untuk melarang anak merokok, sehingga menyebabkan prevalensi perokok meningkat tiap tahunnya

Berdasarkan informasi dari kepala Lingkungan Bantea terdapat 94 remaja didapatkan 45 orang remaja perokok aktif. Diperkirakan umur 13 – 14 tahun sudah mulai merokok oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang Motivasi Remaja Pria Terhadap Perilaku Merokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tahun 2009

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pernyataan Masalah

Remaja pria yang mempunyai kebiasaan merokok sudah seringkali terlihat dimana-mana mulai dari umur 11 – 21 tahun dan didapatkan perokok aktif 10 – 19 tahun. Kebanyakan mereka mulai merokok karena terpengaruh oleh teman-temannya, lingkungan serta iklan rokok, tidak percaya diri, dan mereka berpendapat merokok dapat mengatasi stress yang dihadapi para remaja pria serta membuat pikiran menjadi tenang. Hal ini disebabkan oleh faktor coba-coba sehingga mereka menjadi kecanduan.

1.2.2 Pertanyaan Masalah

Dari pernyataan diatas dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Bagaimana gambaran motivasi remaja pria terhadap perilaku merokok di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tahun 2009.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tentang motivasi remaja pria terhadap perilaku merokok di Lingkungan Bantea Keluran Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tahun 2009

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk memperoleh gambaran motivasi remaja pria terhadap rokok.

2. Untuk mengidentifikasi perilaku remaja pria terhadap rokok.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Institusi

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan (Akademi Keperawatan Kabupaten Buton) dan Kelurahan tempat penelitian ini dilaksanakan dalam menentukan arah kebijakan terutama yang berhubungan dengan perilaku merokok bagi remaja pria.

2. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan bahan bagi pengembangan ilmu keperawatan kesehatan masyarakat serta penelitian berikutnya.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang riset keperawatan khususnya yang berhubungan dengan tobacco/nikotin.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Tentang Motivasi

2.2.1 Pengertian

Motivasi itu mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa latin Movere yang berarti mendorong/menggerakkan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk berperilaku dan beraktivitas dalam pencapaian tujuan (Widayatun, 1999).

Suardirman Partini dalam buku psikologi sosial mendefinisikan pengertian motivasi sebagai berikut : “Motivasi adalah sesuatu yang ada pada diri individu yang menggerakkan atau membangkitkan sehingga individu itu berbuat sesuatu”.

Menurut Indrawijaya. (2002) dalam Sunaryo (2004), motivasi merupakan fungsi dari berbagai macam variabel yang saling mempengaruhi. Ia merupakan suatu proses psikologis yang mana terjadi interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi proses belajar dan pemecahan persoalan. Hal inilah antara lain yang menyebabkan M.R. Jones (ed) dalam Nebraska symposium of motivation, hal 14 merumuskan : “Motivation is concerned with how behavior is activated, maintained directed and stopped”. Ducan mengatakan bahwa “from manageria perspective, motivation refers to any conscious attempt to influence behanor toward the accamplistment of organization goals”.

Menurut Vroom (Donovan, 2001), motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki. Kemudian John P. Campbell dan kawan-kawan menambahkan rincian dalam definisi tersebut dengan mengemukakan bahwa motivasi mencakup di dalamnya arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan respon dan kegigihan tingkah laku.

Menurut kebanyakan definisi, motivasi mengandung 3 komponen pokok, yaitu :

1. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu, memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.

2. Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian, ia menyediakan suatu onertasi tujuan tingkah laku terhadap sesuatu.

3. Menjaga dan menopang tingkah laku. Lingkungan sekitar harus meningkatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

2.2.2 Proses Terjadinya Motivasi

Motivasi diawali dengan keinginan untuk mempengaruhi perilaku seseorang, keinginan tersebut melalui proses persepsi diterima seseorang. Proses persepsi ini ditentukan oleh sikap, kepribadian, pengalaman dan harapan seseorang. Selanjutnya apa yang diterima tersebut diberi arti oleh yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya (faktor intrinsik). Minat ini mendorongnya untuk mencari informasi yang akan digunakan oleh yang bersangkutan untuk mengembangkan beberapa alternatif tindakan. Berdasarkan tindakan ini selanjutnya ia melakukan evaluasi yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapainya dengan tindakan sendiri.

2.2.3 Teori Motivasi

a. Teori hedonisme yaitu motivasi yang berhubungan dengan senang atau gembira.

b. Teori naluri yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri manusia.

c. Teori kebudayaan yaitu motivasi yang akan menimbulkan perilaku berbudaya.

d. Teori kebutuhan berdasarkan Abraham Maslow, yaitu motivasi merupakan motor perilaku seseorang/individu. Semakin kuat motivasi seseorang maka semakin cepat dalam memperoleh tujuan kepuasaan.

2.2.4 Bentuk-Bentuk Motivasi

a. Motivasi intrinsik atau motivasi yang datang dari dalam individu itu sendiri.

b. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu.

c. Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit atau munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali munculnya pada perilaku aktivitas seseorang.

d. Motivasi yang berhubungan dengan ideology politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam yang sering menonjol adalah motivasi sosial karena individu itu memang makhluk sosial.

2.2.5 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi

a. Faktor fisik dan proses mental

b. Faktor hereditas lingkungan dan kematangan/usia

c. Faktor intrinsic seseorang

d. Fasilitas (sarana.prasarana)

e. Situasi dan kondisi

f. Program dan aktivitas

g. Audio asul cud (Media)

2.2.6 Cara Meningkatkan Motivasi

a. Dengan tehnik verbal

- Berbicara untuk meningkatkan semangat

- Pendekatan pribadi

- Diskusi, dan sebagainya

b. Tehnik tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan)

c. Tehnik insentif dengan cara mengambil kaidah yang ada

d. Supertisi (kepercayaan akan sesuatu serta logis namun membawa keberuntungan)

e. Citra/image yaitu daya khayal yang tinggi sehingga individu termotivasi

2.2 Tinjauan Tentang Remaja

2.2.1 Pengertian

Remaja merupakan suatu periode yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dari fisik, emosi, kognitif dan sosial yang menjembatani masa kanak-kanak dan dewasa (Merestein Geraid, 2001).

Batasan remaja menurut WHO (Muangman 1980, dalam Sunaryo 2004), remaja suatu masa dimana :

a. Individu berkembang dari saat pertama kali dan menunjukkan tanda-tanda sexual sekundernya sampai saat mencapai kematangan sexual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh ke keadaan yang relative lebih mandiri.

Berdasarkan definisi konseptikal yang diberikan oleh WHO, salah satu ciri remaja adalah perkembangan psikososialnya. Dalam hubungan ini menurut Esikszentimiha dan Larsen (1984) dalam Sunaryo (2004) menyatakan bahwa remaja adalah restrukturisasi kesadaran yang mana puncak pengembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi entropy ke kondisi negentropy.

WHO menetapkan batas usia 10 – 20 tahun sebagai batasan remaja sedangkan PBB menetapkan usia 15 – 24 tahun sebagai usia pemuda (Senderowit dan Paxman (1985) dalam Hanifah (2000).

Di Indonesia, batasan remaja mendekati batasan PBB tentang pemuda yaitu kurun usia 11 – 24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a. Usia 11 tahun adalah usia pada umumnya tanda-tanda sexual sekunder mulai tampak (kriteria sosial).

b. Masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap dewasa aqli baliq menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identiry cribk erikson), tercapainya fase genetal dari perkembangan psikoseksual (Murt Freud) dan tercapainya puncak perkembangan cognitif (Piaget) maupun moral (Murt Kohlberg), (kriteria psikologis).

d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu memberi peluang lagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih mengantungakan diri pada Orangtua.

e. Status perkawinan masih sangat penting di masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Oleh karena itu, definisi remaja dibatasi khusus yang belum menikah.

2.2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

2.2.2.1 Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan pubertas dan perkembangan fisik merupakan hasil dari aktivitas aksis hypothalamus-hipofisis-gonad pada masa kanak-kanak akhir. Dengan mulainya pubertas inhibisi pada GnRH di hypothalamus menjadi hilang sehingga memungkinkan produksi dan pembebasan pulsatil dari gonadotropin, LH dan FSH. Pada awal sampai pertengahan dari masa remaja terdapat kenaikan dari frekuensi dan amplitude denyut sekresi dari LH dan FSH yang menstimulasi gonad untuk menghasilkan steroid sex (estrogen dan testosterone).

Pada perempuan LH berperan penting pada ovulasi dari ovum yang mati dan juga terlibat dalam pembentukan karpus luteum dan sekresi progesteron sedangkan FSH berfungsi untuk menstimulasi maturasi dari ovarium, fungsi sel granulosa dan sekresi estradiol yang memungkinkan terjadinya maturasi traktus genetalia wanita dan perkembangan payudara.

Pada laki-laki, LH akan menstimulasi sel-sel interstitial testis yang mengahasilkan testosterone dan FSH merangsang spermatosit dengan adanya testosterone. Secara lengkap (Muss, 1968 dalam Sunaryo 2004) memuat urutan perubahan-perubahan fisik, tersebut sebagai berikut :

1. Pada anak perempuan

a. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang)

b. Pertumbuhan payudara

c. Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan

d. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya

e. Bulu kemaluan menjadi keriting

f. Haid

g. Tumbuh bulu-bulu pada ketiak

2. Pada anak laki-laki

a. Pertumbuhan tulang-tulang

b. Testis membesar

c. Tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap

d. Awal perubahan suara

e. Ejakulasi

f. Bulu kemaluan menjadi keriting

g. Pertumbuhan tinggi badan mencapai maksimal setiap tahunnya

h. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot)

i. Tumbuh bulu ketiak

j. Akhir perubahan suara

k. Rambut-rambut di wajah bertambah

l. Tumbuh bulu di dada

2.1.2.2 Perkembangan Psikososial

Masa remaja yang merupakan suatu periode individualisasi progresif dan perpisahan dari keluarga karena pertumbuhan yang cepat dan fisik, emosional, kognitif dan sosial maka perkembangan psikososial remaja dibagi menjadi 3 periode yaitu :

1. Masa remaja awal (11 – 13 tahun)

Dicirikan oleh pertumbuhan cepat dan perkembangan karakteristik seks sekunder. Karena perubahan yang cepat, kesan tubuh, konsep pribadi, harga diri berfluktasi secara drasmatis terutama bagaimana pertumbuhan dan perkembangan mereka menyimpang dari teman-teman mereka merupakan hal yang sangat menghawatirkan. Ketika remaja muda mulai menjadi lebih indenpenden dan ikatan keluarga melonggar, kesetiaan bergesar dari orangtua ke teman sebaya yang menjadi jauh lebih penting. Remaja muda masih berpikir secara konkrit dan mempunyai tujuan professional yang samara-samar dan tidak realistis.

2. Masa remaja pertengahan (14 – 16 tahun)

Bersamaan dengan berkurangnya pertumbuhan pubertas yang cepat pada masa remaja awal, remaja mulai menyesuaikan diri dan merasa lebih nyaman dengan tubuh mereka yang baru. Emosi yang kuat dan perubahan suasana hati yang cepat adalah khas. Secara kognitif, ketika remaja berubah dari berpikir konkrit menjadi berpikir formal, terbentuklah kemampuan untuk berpikir secara abstrak. Dalam usaha membangun identitas mereka sendiri, hubungan dengan orang lain utamanya teman sebaya menentukan standar dalam hal identifikasi, perilaku, mencari dukungan emosional dan lain-lain.

3. Masa remaja akhir (17 – 24 tahun)

Remaja mulai kurang mementingkan diri sendiri dan mulai memperhatikan orang lain. Hubungan sosial bergeser dari kelompok teman sebaya kearah hubungan individual, kencan menjadi lebih intim. Kemampuan dalam berpikir abstrak memungkinkan remaja untuk berpikir lebih realistis dalam hal rencana masa depan, tindakan dan karir. Secara moral, remaja yang lebih tua mempunyai konsep yang sangat kaku dalam hal benar atau salah. Masa remaja akhir merupakan periode idealisme.

Menurut Petro Blos (1962), proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja :

1. Early adolescence

Pada tahap ini remaja masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan sudah terangsang secara erotis dan berkurangnya kendali terhadap ego.

2. Middle adolescence

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Terdapat kecenderungan narcistik yaitu mencintai diri sendiri dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat sama dengan dirinya. Selain itu, remaja berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya.

3. Late adolescence

Pada tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu :

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-funsi intelek

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru

c. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain

d. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public)

2.2.3 Faktor Penyebab Masalah Psikososial Remaja Pria

Timbulnya masalah pada remaja dikarenakan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks yang terjadi pada masa remaja. Secara garis besar, faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Adanya perubahan-perubahan biologis dan psikologis yang sangat pesat akan memberikan dorongan tertentu yang sifatnya sangat kompleks.

b. Orang tua dan pendidik kurang siap untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu karena ketidaktahuannya.

c. Membaiknya sarana komunikasi dan transportasi kemajuan teknologi menyebabkan membanjirnya arus informasi luar yang sulit diseleksi.

d. Pembangunan ke arah industrilisasi menyebabkan terjadinya perubahan tata nilai sehingga remaja bisa menderita frustasi dan depresi yang menyebabkan mereka mengambil jalan pintas yang bersifat negative. (Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja ed.i.Narendra.B,dkk; 2002).

2.3 Tinjauan Tentang Perilaku

2.3.1 Pengertian

Perilaku adalah suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek tersebut (Soekidjo,N, 1993).

Dalam Ensiklopedia Amerika, perilaku dapat diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungan. Perilaku baru terjadi apa bila ada sesuatu yang dibutuhkan untuk menimbulkan reaksi yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menimbulkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmodjo S, 1997).

Robert Kwick (1974) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (1997), perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati atau bahkan dapat dipelajari.

Secara umum, menurut Sri Kusmiyati dan Desminiarti, (1990) dikutip oleh Sunaryo (2004) perilaku manusia pada hakekatnya proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup.

2.3.2 Ciri Perilaku Manusia

a. Kepekaan sosial

b. Kelangsungan perilaku

c. Orientasi pada tugas

d. Usaha dan perjuangan

e. Tiap-tiap individu adalah unik

2.3.3 Proses Pembentukkan Perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan yang tersusun dalam hirarki kebutuhan menurut Abraham Maslow, tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu dan yang lain karena perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan adalah secara simultan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diperlukan suatu penggerak/pendorong yang disebut motivasi. Kemudian pada akhirnya sikap dan kepercayaan sangatlah mempengaruhi arah perilaku seseorang, akankah berperilaku positif atau sebaliknya.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang

a. Faktor genetik/faktor endogen, meliputi :

- Jenis ras

- Jenis kelamin

- Sifat fisik

- Sifat kepribadian

- Bakat pembawaan

- Intelegensi

b. Faktor eksogen/faktor dari luar individu, meliputi :

- Faktor lingkungan

- Pendidikan

- Agama

- Sosial ekonomi

- Kebudayaan

- Faktor-faktor lain seperti persepsi, emosi dan lain-lain

2.3.5 Bentuk Perilaku

a. Perilaku Pasif

Perilaku pasif atau respon internal adalah perilaku yang sifatnya masih tertutup, hanya terjadi dalam diri individu yang bersangkutan dan tidak diamati secara langsung perilaku ini sebatas sikap dan belum ada tindakan yang nyata.

Misalnya : berpikir, berangan-angan.

b. Perilaku Aktif

Perilaku aktif atau respon eksternal adalah perilaku yang sifatnya terbuka, dapat diamati secara langsung dan berupa tindakan nyata.

Misalnya : merokok.

2.3.6 Perilaku Penyalahgunaan Zat

Walaupun terdapat suatu rentang dari penggunaan zat hingga penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan zat tetapi tidak semua orang yang menggunakan zat akan menjadi penyalahgunaan zat. Oleh karenanya, terdapat suatu rentang respon koping terhadap penggunaan zat yang disebut Rentang Respon Koping Kimiawi.

Gambar 2.3 Rentang Respon Koping Kimiawi.

Respon adaptif Respon maladaptif

















Mabuk alamiah Penggunaan jarang Penggunaan sering Ketergantungan

Aktivitas fisik dari tembakau, dari tembakau, Penyalahgunaan

Meditasi kafein, alkohol, kafein, alkohol Gejala putus zat

obat yang obat yang toleransi

diresepkan, obat diresepkan, obat

terlarang terlarang

2.4 Tinjauan Tentang Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 mm hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun yang telah dicacah. (http://id.wilkipedia.org.wiki/rokok)

Merokok sudah dianggap hal biasa dalam kehidupan sehari-hari padahal dalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahya untuk kesehatan, 2 diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan Tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, Harian Umum Republika, Selasa 26 Maret 2002). Racun karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Sebenarnya, penanggulangan merokok di Indonesia telah berjalan lama ditandai dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan dari peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1993 tentang larangan pembagian produk contoh rokok secara gratis. Namun hingga kini jumlah perokok tidak berkurang bahkan remaja dan anak-anak dibangku sekolahpun turut merokok pula.

Remaja adalah golongan yang suka mencoba-coba. Oleh karena merokok adalah sesuatu yang baru pada mereka. Hati mereka bertanya-tanya apa nikmatnya sehingga mereka tetap tak mau lepas dari rokok. Karena didalam rokok terdapat nikotin yang menyebabkan kecanduan layaknya putauw (heroin), ganja, dan sabu-sabu. Nikotin dikenal sebagai salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner. Penyempitan pembuluh darah jantung terjadi lebih dini pada remaja yang merokok. Tembakau merusak jaringan paru-paru dan mengurangi kandungan oksigen darah yang dibutuhkan seseorang saat beraktivitas. Selain itu upaya pemasaran rokok baik secara langsung melalui iklan rokok ataupun secara tidak langsung melalui kegiatan mensponsori acara konser musik sembari memberikan sampel rokok secara gratis, olahraga, film layar lebar hingga keagamaan. Hal ini akan menarik minat remaja untuk merokok, sementara pemberian sampel rokok secara gratis justru akan mendorong remaja untuk mencoba-coba merokok tanpa menyadari sepenuhnya dampak ketergantungan terhadap rokok.

Hal yang menyebabkan remaja sangat sulit meninggalkan rokok karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang. Efek dari rokok/tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika dibandingkan zat-zat adiktif lainnya rokok sangatlah rendah pengaruhnya, maka ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap gawat (Roan, Ilmu Kedokteran Jiwa, Psikiatri, 1999).

Dalam upaya prevalensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri remaja berhenti atau tidak mencoba merokok, akan membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh godaan merokok yang datang dari teman, media massa atau kebiasaan keluarga/orang tua (www.e-psikologi.com).

Anang Sari Atmanta, relawan pusat studi seksualitas, mengelompokkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi remaja untuk merokok, yaitu :

a. Pengaruh Orang Tua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibandingkan anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia.

b. Pengaruh Teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada 2 kemungkinan yang terjadi adalah remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok.

c. Faktor Kepribadian

Orang mencoba merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor rendah.

d. Pengaruh Iklan

Melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa merokok adalah lambang atau glamour, membuat remaja sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.

Menurut Silvan Tomkins ada 4 tipe perilaku rokok berdasarkan Management of Offect Theory, yaitu :

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Psichological Faktor in Smoking, 1978) menambahkan ada 3 sub tipe ini

a. Pleasure Relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

b. Stimulation ti pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

c. Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

3. Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai Psychological Addiction. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah untuk membeli rokok, walau tengah malam sekalipun karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia mengingkannya.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan perilaku yang bersifat otomatis, sering kali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-benar habis.

BAB III

KERANGKA KONSEP

Motivasi

Text Box:     Faktor internal : - Keingintahuan/coba-coba - Ketidaknyamanan yang dirasakan - Membebaskan diri dari kebosanan

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan pendekatan deskriptif yang akan menggambarkan tentang motivasi remaja pria terhadap perilaku merokok di Lingkungan Bantea Keluran Tolandona Kecamtan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tahun 2009.

4.2 Kerangka Kerja (Frame Work)

Variabel bebas Variabel terikat

Perilaku remaja pria dalam merokok :

- Berapa batang/hari

- Cara mendapatkan rokok

- Jenis rokok tertentu

- Kondisi yang menyebabkan remaja merokok

Remaja pria

- Motivasi Kuat

- Motivasi Lemah

- Pengetahuan

- Biaya

- Informasi

Variabel kontrol



- Perokok pemula

- Perokok regular

- Perokok tetap


4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi (Notoatmodjo, 2003). Variabel Independent adalah adalah motivasi.

2. Variabel Terikat (dependent)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi (Notoatmodjo, 2003). Variabel Dependent terikat adalah adalah perilaku.

4.4 Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi operasional

Parameter

Cara pengukuran

Skala

Skor

1

2

3

4

5

6

7

1

Variabel Independent : Motivasi

Faktor-faktor yang mendorong remaja pria sehingga timbul perilaku merokok

Remaja pria dapat termotivasi untuk merokok karena beberapa pengaruh yang meliputi pengaruh orang tua, iklan rokok, teman dan faktor kepribadian

Kuesioner

Ordinal

51–100% : motivasi kuat

0–50 % : motivasi lemah

2

Variabel dependent : Perilaku

Suatu aktivitas yang timbul dari adanya motivasi yang bertindak sebagai stimulus

Mengidentifikasi perilaku merokok remaja pria yakni berapa batang konsumsi rokok perhari, bagaimana cara mendapatkan rokok, perasaan saat merokok, kecenderungan mengkonsumsi jenis rokok tertentu, kondisi-kondisi yang mengakibatkan pria merokok.

Kuesioner

Ordinal

73-100% : perokok pemula

46-72% : perokok regular

20-45% : perokok tetap









4.5 Populasi, Sampel dan Sampling

4.5.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 1993). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja pria yang beralamat di Lingkungan Bantea kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton, dengan jumlah 94 responden dan terdapat 45 remaja perokok.

4.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan “sampling” tertentu untuk bisa memenuhi/mewakili populasi (Nursalam dan Siti Pariani, 2001). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 responden. Pada penelitian ini sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi.

Kriteria inklusi adalah adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti, adalah :

- Remaja pria yang perokok dan kooperatif serta bersedia menjadi responden.

- Remaja pria yang perokok beralamat di Lingkungan Bantea Keluran Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Tahun 2009.

Kriteria ekslusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti, adalah :

- Remaja pria yang perokok tidak bersedia menjadi responden.

- Remaja pria yang perokok tidak beralamat di Lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu tahun 2009.

4.5.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2001). Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Non Random Sampling dengan pendekatan Consecutive Sampling yaitu digunakan pada populasi kecil dimana semua anggota populasi diambil sebagai sampel. Oleh karena itu, jumlah sampel dibagi menjadi 3 yakni tahap remaja awal (11 – 13 tahun) diwakili oleh 8 responden, tahap remaja pertengahan (14 – 16 tahun) diwakili 10 responden dan tahap remaja akhir (17 – 21 tahun) diwakili oleh 27 responden.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Bantea Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangi Wambulu.

4.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada tanggal 8 sampai 18 Juli 2009.

4.7 Pengumpulan dan Analisa Data

4.7.1 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data primer dari responden yang sebelumnya responden diminta kesediannya dengan mengisi formulir pernyataan menjadi responden. Bila dalam pengisian kuesioner responden mengalami hambatan maka peneliti memberikan arahan atau gambaran cara menjawab pertanyaan tanpa memberikan jawaban kepada responden.

Adapun alur birokrasi perizinan dalam mengumpulkan data secara berturu-turut adalah Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Buton, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Lurah yang bersangkutan.

4.7.1.1 Pengolahan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket dengan jenis instrument questionnaire untuk variabel motivasi dan checklist untuk variabel perilaku, dengan jumlah item pertanyaan pada setiap variabel masing-masing adalah 10 dan 20 buah item pertanyaan.

Untuk pertanyaan motivasi menggunakan skala Guttman dengan dua alternatif pilihan jawaban yaitu “setuju” dan “tidak setuju”. Dalam bentuk positive question. Jika responden memilih “setuju” mendapatkan nilai “1” dan memilih “tidak setuju” mendapat nilai “0”.

Untuk pertanyaan perilaku, menggunakan skala Likert yang mana tersedia lima alternatif pilihan jawaban “selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah” dengan nilai masing-masing secara berturut-turut yakni “5, 4, 3, 2 dan 1`”.

Setelah semua kuesioner dari responden terkumpul maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yakni :

a. Coding yaitu bagaimana mengkode responden, pertanyaan dan segala hal yang dianggap perlu.

b. Scoring yaitu menentukan scor / nilai untuk tiap item pertanyaan dan tentukan nilai terendah dan tertinggi.

c. Tabulating yaitu mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan item pertanyaan

4.7.1.2 Penyajian Data

Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel.

4.7.2 Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan pada masing-masing variabel kemudian dikategorikan berdasarkan skala ordinal. Pada variabel motivasi, data dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori lemah 0 – 50 % dan kategori kuat 51 – 100 %. Dan pada aspek perilaku dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu perokok pemula 73 – 100 %, perokok regular 46 – 72 %, dan perokok tetap 20 - 45 %.

4.8 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mendapat persetujuan dari pembimbing riset dan rekomendasi dari Institusi Akademi Keperawatan Kabupaten Buton. Selanjutnya peneliti meminta rekomendasi dari Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat untuk izin penelitian dan juga izin dari Kepala Kelurahan Tolandona dimana penelitian ini dilakukan. Setelah mendapat persetujuan maka peneliti melakukan penelitian dengan menekankan beberapa masalah etika, yang meliputi :

a. Informed Consent (Lembar persetujuan)

Lembar persetujuan diberikan kepada calon responden dan peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset dilakukan. Bila calon responden bersedia menjadi responden maka lembar persetujuan ditandatangani namun bila calon responden menolak maka tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

b. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner yang diberikan tetapi hanya memberi kode.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti akan menjamin kerahasian informasi yang diberikan oleh responden.

4.9 Keterbatasan

4.9.1 Instrumen / Alat Ukur

Alat ukur dengan menggunakan kuesioner memiliki keterbatasan dimana responden tidak mengisi kuesioner dengan apa adanya dan juga memungkinkan responden tidak mengerti dengan pernyataan yang dimaksud sehingga hasilnya kadang sulit untuk disimpulkan dan kurang mewakili secara kualitatif.

4.9.2 Feasible

Waktu yang tersedia untuk penelitian ini sangat terbatas sehingga sampel yang didapat sangat terbatas jumlahnya dan juga kurang kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh peneliti sehingga hasilnya kurang sempurna dan memuaskan.

4.9.3 Desain Sampling

Desain Sampling yang digunakan adalah Consecutive Sampling yaitu digunakan pada populasi kecil dimana semua anggota populasi diambil sebagai sampel hanya terbatas pada remaja pria di Kelurahan Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton yang ditemui pada saat melakukan penelitian sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.