Minggu, 18 September 2011

DBD

A. Konsep Medis

1. Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi


a. Plasma darah

Plasma darah adalah cairan yang berwarna kuning yang dalam tubuh berfungsi dalam alkali.

Plasma terdiri atas air (90-92) dan substansi terlarut yaitu protein plasma (albumin, globulim fibrinogen, faktor pembengkuan), garam anorganik/mineral (NaCL, Aa2CO3,/C,Mg, P, Fe, Ca, Cu, J. CO), materi nutrien dari makanan (monosakarida/glukosa, hidrat arang, asam amino dari protein, asam lemak dan gliresol dari lemak, vitamin), materi limbah organik (urea, asam urat, kreatinin), hormon, enzim (pelbagai faktor pembekuan) zat anti (imonoglobulin), gas (oksigen, karbondioksida, netrogen).

1) Protein Plasma

Protein plasma terdiri dari albumin, globulin, faktor pembekuan fibrogen, albumin dibentuk dihati. Dalam keadaan normal terdapat 3-5 g albumin dalam setiap 100 ml darah. Fungsinya ada tiga:

1. Bertangung jawab atas tekanan osmotik yang mempertahankan volume darah

2. Banyak zat yang khusus yang beredar dalam gabungan dengan albumin

3. Menyediakan protein untuk jaringan

2) Globulin

Sebagian dibentuk di hati dan sebagian di jaringan limfoid. Dalam keadaan normal ada 2-38 globulim dalam setiap 100 ml darah. Mereka terlibat dalam respon imun, transportasi hormon dan garam mineral, dan menghambat enzim pretiolitik tertentu.

3) Fibrinogen

Dibentuk di hati dan penting untuk koagulasi(pengumpulan darah).

b. Sel-sel darah

Sel-sel darah terdapat 3 jenis, yaitu :

1) Leukosit (sel darah putih)

Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel-sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam bentuk setiap melimeter kubik darah terdapat 6.000-10.000(rata-rata 8.000) sel darah putih.

Ada beberapa macam leukosit, meliputi :

a. Agranulosit

Disebut demikian karena di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula, terdiri dari manosit sel mononklir besar asal sumsum tulang merah, beredar dalam darah, namun berfungsi terutama dijaringan, rendah berkembang menjadi makrofag. Keduanya menghasilkan interkulan I, yang bekerja pada hipotalamus, menaikan suhu tubuh badan pada infeksi dari kuman,merangsang pembentukan globulin oleh hati dan menaikan produksi limfosit-taktif.

b. Granulosit disebut juga leukosit granulas terdiri dari :

· Neutrofil/polimor nuklear leukosit

Fungsi utamanya adalah untuk melindungi terhadap benda yang masuk ketubuh, khususnya kuman, dan melenyapkan bahan limbah.

· Eosinofil

Banyak diantaranya bermigrasi keluar pembuluh darah menuju daerah yang terpapar, misalnya : jaringan ikat dibawah kulit membran mukosa saluran napas dan saluran cerna, pelapis vagina dan rahim.

· Basofil

Sel ini menggetahkan histamin yang menimbulkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.

2) Eritrosit (Sel darah merah)

Sel ini berbentuk cakram bikankaf, tanpa inti, berdiameter 7-8 mikrometer eritrosit mengandung hemoglobin yang memberinya warnah merah. Tidak dapat bergerak banyaknya kira-kira 5 juta dalam 1 mm3 (41/2 juta). Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak terkandung O2 fungsinya mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan mengikat CO2 dan jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.

3) Trombosit (keping darah)

Trombosit ini bukan sel tetapi lebih tepat disebut keping darah. Asalnya dari sel megakarlosit dalam sumsum tulang merah. Jumlah normalnya 200.000 – 35.000 per mm3 darah.fungsinya beerkaitan dengan pembekuan darah. Pada penyakit tertentu seperti penyakit berdarah, jumlah sangat menurun(dikatakan trombositopenia). Dan pasien cenderung berdarah dibawah kulit atau disebut lendir.

2. Pengertian

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). ( Effendy, 1995).

Dengue Hamorrhagic Fever” (DHF) adalah suatu penyakit infeksi akut disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan Arthropod Boon Virus Group B yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aygepti (Rusepno, dkk, 1985).

Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi dan Yuliana, 2001).

Demam Berdarah Dengue adalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. FKUI, (1985)

  1. Etiologi

Aedes Aegypti adalah salah satu faktor nyamuk yang menyebabkab Dengue Hemoragic Fever (DHF), karena nyamuk ini sangat ontro pofilik (senang pada darah manusia dan hidup dekat manusia dan biasanya menggigit pada siang dan sore hari dan sering hidup dan berkembang biak dalam rumah/ruangan yang gelap dan lembab, hingga dibenda-benda yang bergantung, jarak terbang 40-100 meter dan tidak ditemukan pada ketinggian 900 meter. Virus bersifat termolabil (tidak tahan panas).

a. Virus Dengue

Virus Dengue merupakan virus RNA (Ribonucleat acid untai tunggal, genus flavivirus, terdiri dari empat serotype yaitu: 1, 2, 3, dan 4. Struktur antigen ke-4 serotype ini sangat mirip satu dengan yang lain namun anti bodi terhadap masing-masing serotype tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke empat serotype ini tidak hanya menyangkut antar serotype, tapi juga didalam serotype itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya (www.Nusa Indah. Tripod.com,2008)

Virus Dengue yang gemomnya mempunyai berat molekul 11 kb, tersusun dari protein sruktural dan non struktural. Protein struktural yangterdiri dari : protein envelope (E), protein premembran (PrM) dan protein core © merupakan 25 % dari total protein, sedangkan protein non stuktural merupakan bagian yang tersebar (75%). Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan imonogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein PrM dan C. Sedangkan pada protein non struktural yang paling berperan adalah protein NS-1.

b. Vektor

Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang dari gigitan Nyamuk Aedes Aegypti (ae) dari subgenus stegiomyia. AE merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae, Albopictus, AE Polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex dan Ae, (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae Aegypti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk Virus Dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding empat aegypti (www. Nusaindah. Tripod.com,2008)

  1. Patofisiologi

Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleksvirus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999)

Fenomena patologis yang utama pada penderita DBD adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.

Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.

Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan FKUI, (1985)

Jika rejatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DBD menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi (Hendarwanto, 1996).

5. Menifestasi Klinik

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat Dengue Haemoragic Fever dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.

Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.

Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.

Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan (Hendarwanto, 1996).

Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang. (Ngastiyah, 1998)

6. Pemeriksaan Diagnostik

Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DBD adalah sebagai berikut :

1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.

2) Manifestasi perdarahan :

1. Uji tourniquet positif

2. Petekia, purpura, ekimosis

3. Epistaksis, perdarahan gusi

4. Hematemesis, melena.

3) Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah pasien dengan Demam Berdarah Dengue akan di jumpai :

1. Hb dan PLT meningkat (320%)

2. Trombositopenia menurun (≤ 100.00/m )

3. Leokositopenia (mungkin normal atau menurun)

4. Ureum dan pH darah mungkin meningkat

5. SGOT/SGPT mungkin meningkat, (Effendy, 2001)

7. Klasifikasi

DBD diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :

a. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet Ã…, trombositopenia dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II

Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.

c. Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).

d. Derajat IV

Shock berat (Profound Shock) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

8. Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium

Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.

Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD dengan tepat.

Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

9. Komplikasi

a. Syok hipovolumik/pendarahan

b. Cedera.

c. Enceppalopati

d. Demam tinggi

e. Gangguan kesadaran disertai kejang

f. Disorientasi

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan DBD adalah sebagai berikut :

a. Tirah baring atau istirahat baring.

b. Diet makan lunak.

c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DBD

d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.

e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.

h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.

l. Transfusi darah bila pendarahan massif, dan DSS (Dengue Shock Sindrom) dengan HB menurun.

Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB (Ngastiyah, 1998).

Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.

Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DBD yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.

Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :

1. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.

2. Hematokrit yang cenderung meningkat (Ngastiyah, 1998).


B. Konsep Keperawatan

Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien.

Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Doenges, M.E, 1998).

1. Pengkajian Keperawatan

Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.

a. Data subyektif

Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DBD, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :

1.) Lemah.

2.) Panas atau demam.

3.) Sakit kepala.

4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.

5.) Nyeri ulu hati.

6.) Nyeri pada otot dan sendi.

7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.

8.) Konstipasi (sembelit).

b. Data obyektif :

Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DBD antara lain :

1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.

2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.

3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.

4) Hiperemia pada tenggorokan.

5) Nyeri tekan pada epigastrik.

6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.

7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

Pemeriksaan laboratorium pada DBD akan dijumpai :

1) Ig G dengue positif.

2) Trombositopenia.

3) Hemoglobin meningkat > 20 %.

4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.

Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil

1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.

2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.

3) Waktu perdarahan memanjang.

4) Asidosis metabolik.

5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

2. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.

e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.

f. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.

g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).

h. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.

i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

Tujuan :

1. Suhu tubuh normal (36-370C)

2. Pasien tidak demam lagi

Intervensi

Intervensi

Rasional

1. Kaji saat timbulnya demam.

2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.

3. Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 liter/24 jam

4. Berikan kompres hangat.

5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.

6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.

1. untuk mengidentifikasi pola demam pasien.

2. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

4. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.

5. Pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.

6. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.

Tujuan :

1. Rasa nyaman pasien terpenuhi.

2. Nyeri berkurang atau hilang.

Intervensi :

Intervensi

Rasional

1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien

2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.

3. Alihkan perhatian pasien dariasa nyeri.

4. Berikan obat-obat analgetik

1. untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien

2. Untuk mengurangi rasa nyeri

3. Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.

4. Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.

Intervensi :

Intervensi

Rasional

1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.

2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.

3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.

4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.

5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.

6. Ukur berat badan pasien setiap minggu.

1. Untuk menetapkan cara mengatasinya.

2. Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.

3. Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan

4. Untuk menghindari mual.

5. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.

6. Untuk mengetahui status gizi pasien

d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.

Tujuan :

Volume cairan terpenuhi.

Intervensi :

Intervensi

Rasional

1. Catat intake dan output.

2. Observasi tanda-tanda syock.

3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter

4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.

5. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.

1. Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyim- pangan dari keadaan normalnya.

2. Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.

3. Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.

4. Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.

5. Untuk mengetahui keseim- bangan cairan.

e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.

Tujuan :

1. Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.

2. Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi

Intervensi :

Intervensi

Rasional

1. Kaji keluhan pasien.

2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.

3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.

4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.

1. Untuk mengidentifikasi masalah pasien

2. Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam mem

3. Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

4. Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain

f. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh

Tujuan :

1. Tidak terjadi syok hipovolemik.

2. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

3. Keadaan umum baik.

Intervensi :

Intervensi

Rasional

1. Monitor keadaan umum pasien

2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.

3. Monitor tanda perdarahan.

4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit

5. Berikan transfusi sesuai program dokter.

6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.

1. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.

2. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.

3. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.

4. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

5. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.

6. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.

g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).

Tujuan :

Tidak terjadi infeksi pada pasien.

Intervensi :

Intervensi

Rasional

1. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.

2. Observasi tanda-tanda vital.

3. Observasi daerah pemasangan infus.

4. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.

1. Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.

2. Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.

3. Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.

4. Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut

.

h. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.

Tujuan :

1. Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

2. Jumlah trombosit meningkat.

Intervensi :

Intervensi

Rasional

1. Monitor tanda penurunan trombosityang disertai gejala klinis.

2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat

3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.

4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.

1. Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.

2. Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.

3. Membantu pasien men- dapatkan penanganan sedini mungkin.

4. Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.

i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.

Tujuan :

1. Kecemasan berkurang.

2. Wajah klien tampak ceria

Intervensi :

Intervensi

Rasional

1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.

2. Gunakan komunikasi terapeutik

3. Tunjukkan sifat empati

4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya

5. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.

1. Menetapkan tingkat ke- cemasan yang dialami pasien.

2. Pasien bersifat terbuka dengan perawat

3. Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.

4. Meringankan beban pikiran pasien.

5. Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan DBD disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.

5. Evaluasi Keperawatan.

Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DBD sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada klien.

Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut:

1. Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.

2. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.

3. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.

4. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.

5. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.

6. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.

7. Infeksi tidak terjadi.

8. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.

9. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya